Tantangan Tetap Ada
Dibalik semua hal positif itu, tantangan tetap ada. Salah satunya adalah spectrum radio, yang meningkat sampai jenuh pada tingkat frekuensi rendah yang lazim digunakan jaringan mobile. Spektrum gratis berlimpah di tingkat frekuensi tinggi, lazimnya untuk penggunaan gelombang radio. Untuk jaringan internet, semakin tinggi tingkatan frekuensi, semakin sulit teknologinya sesuai penjelasan dari Stéphane Téral dari IHS Markit, sebuah lembaga penelitian.
Gelombang milimeter menyediakan banyak bandwith, masalahnya daun sekalipun akan memblok gelombang ini. Perkembangannya akan membutuhkan sambungan langsung untuk berfungsi atau harus dipantulkan pada setiap rintangan sehingga akan membutuhkan daya komputasi yang sangat besar.
Perangkat keras merupakan tantangan lainnya. Beberapa peralatan vendor telah menggembar-gemborkan bahwa alat mereka “Siap 5G”, hanya perlu upgrade perangkat lunak untuk berfungsi. Nyatanya, sekalipun perlatan mudah diperbarui, mayoritas operator masih harus menyesuaikan jaringan mereka. Frekuensi tinggi radio tidak dapat pergi jauh, sehingga perusahaan harus mendirikan basis stasiun (komputer yang memberikan daya jaringan pada antena). Sama halnya untuk perangkat mobile, perubahan besar harus dilakukan untuk teknologi 5G agar mampu menggunakan gelombang milimeter, dengan teknologi terkini, daya komputasi untuk memproses sinyal akan menguras baterai secara instan.
Namun demikian, tantangan terbesar dari teknologi 5G adalah ekonomi. Ketika GSMA, kelompok industri, tahun sebelumnya menanyai 750 pemimpin telekomunikasi tentang resiko utama menyediakan 5G, hamper separuh pemimpin mengatakan “kurang pengalaman bisnis”. Rasa pesimis ini bersifat taktis. Jika operator lebih antusias, vendor peralatan akan menaikan harga mereka. Terlepas dari kendala itu, 5G sepertinya tidak akan menjadi lumbung uang yang besar. Kenapa demikian?
Ini karena kebanyakan orang tidak ingin membayar lebih mahal lagi untuk teknologi ini. Pendapatan per gigabyte data sudah terjun bebas hamper 50% antara 2012 dan 2015. Biaya per gigabyte belum turun sehingga tidak sebanding dengan mahalnya membangun teknologi 5G. Karena membangun frekuensi tinggi, 5G akan membutuhkan lebih banyak antenna, basis stasiun dan kabel serat fiber untuk menghubungkan semuanya. Dan sebelum perusahaan dapat meraih keuntungan maksimal “pembagian jaringan”, misalkan, mereka harus meningkatkan kapasitas komputer sampai ke dasarnya untuk jaringan mereka.
Kehadiran Wireless Super Cepat
Operator sepertinya tidak akan menaiki investasi 5G dengan cepat sebagaimana diprediksi oleh Bengt Nordstorm dari Northstream, konsultan telekomunikasi. Ketimbang melakukan itu, mereka akan melakukannya secara bertahap. Beberapa akan menggunakan teknologinya untuk menyediakan link wireless super cepat (hal ini resikonya lebih kecil). Verizon dan AT&T sudah mengunkap rencana mereka menawarkan layanan ini di Amerika tahun 2018. Penyedia lainnya akan menjalin jaringan 5G untuk melayani kota padat penduduk, yang kemungkinan besar banyak terdapat di Asia. Beberapa lainnya akan meluncurkan layanan privat seperti jaringan di pelabuhan atau tambang.
Baca: Cara Buka Website yang Diblokir
Dengan kata lain, lintasan 5G akan berbeda dari pemain lompat ski manapun. Mungkin saja 5G akan tidak terdengar cukup lama sebelum meluncur. Jika ini kondisinya, 5G akan tumbuh seperti 3G, teknologi mobile yang dikenalkan pada awal 2000-an. 3G mengecewakan sampai ditemukannya “aplikasi pembunuh” dengan smartphone di decade terakhir. Hanya dengan 4G-lah jaringan mobile kembali hidup untuk memenuhi janji 3G, seperti mampu melihat streaming video. Jika demikian, mungkin saja kita harus menunggu kemunculan 6G untuk memberikan janji layanan 5G.