Inilah petunjuknya:
kelompok yang menghasilkan uang paling banyak tidak menggunakan modal awal Rp50.000,- sama sekali.
Mereka menyadari jika memfokuskan pikiran pada uang sebenarnya akan menutup masalah terlalu sempit. Mereka belajar bahwa Rp50.000,- sebenarnya tidaklah bermakna apapun dan memilih untuk menyikapi masalah lebih luas: apa yang dapat dilakukan untuk menghasilkan uang jika mengawali usaha tanpa modal apapun?
Mereka memaksimalkan kemampuan pengamatan mereka, menterjemahkannya kedalam talenta, dan membuka kreativitas untuk menemukan masalah di sekitar mereka, permasalahan yang dialami atau terlihat menjadi masalah orang lain, masalah yang mereka piker terlupakan sebelumnya namun tidak terpikir untuk dipecahkan. Masalah itu ada namun tidak harus muncul dalam pikiran semua orang.
Dengan menggali serius permasalahan dan kemudian mencoba mencari solusinya, tim yang menjuarai tugas ini berhasil mengembangkan sebuah usaha sampai Rp6.500.000,- dan rata-rata pengembalian investasi Rp50.000,- itu berarti mencapai 4000%. Jika Anda mempertimbangkan bahwa banyak tim yang tidak menggunakan Rp50.000,- sama sekali, maka nilai pengembalian investasi sangatlah tidak terbatas.
Apa sih yang sudah dilakukan kelompok itu untuk melakukan bisnis modal Rp50000 berkembang sampai Rp6500000?
Seluruh tim sangatlah inovatif.
Satu kelompok menemukan masalah umum dalam wilayah kampus yaitu antrian panjang pada restoran-restoran populer di malam Minggu. Tim merencanakan untuk membantu para konsumen yang tidak ingin mengantri. Mereka membuat reservasi pada beberapa restoran. Seiring waktu reservasi mereka sudah mulai dekat, mereka menjual meja reservasi sampai Rp200.000,- kepada orang lain yang akan bahagia menghindari antrian panjang.
Seiring hari semakin malam, mereka menemukan sebuah hasil pengamatan yang menarik. Pertama mereka menyadari bahwa murid perempuan sangatlah berhasil menjual meja reservasi dibandingkan murid pria. Mungkin dikarenakan pembeli lebih nyaman didekati oleh perempuan usia muda. Karenanya mereka memperbaiki rencana mereka sehingga murid pria menyebar melaksanakan tugas melakukan book reservasi meja restoran di banyak tempat dan murid perempuan menjual meja yang sudah di book itu.
Mereka juga memahami bahwa keseluruhan operasional bisnis itu akan berjalan maksimal pada restoran yang menggunakan sistem pager penggetar untuk memberitahukan konsumen bahwa meja pesanan mereka sudah dapat digunakan. Bertukar pager secara fisik memberikan konsumen perasaan seolah mereka membeli suatu hal yang “nyata” untuk uang yang dikeluarkan. Konsumen lebih suka memberikan uang mereka dan menukarnya dengan pager yang sudah mereka pegang. Hal ini memiliki bonus tambahan, tim mampu menjual kembali pager yang ditukarkan dari konsumen seiring waktu reservasi semakin dekat.
