Sentimen Positif Global atas Perkembangan Industri Manufaktur Indonesia Saat Ini
Rasa khawatir atas turunnya kinerja sektor manufaktur ini sangat jelas dikarenakan peran signifikannya terhadap PDB, penyerapan tenaga kerja sampai ekspor. Namun demikian, pendapat masyarakat global berbeda. Mereka melihat prospek Indonesia cukup cerah.
Deloitte Touche Tohmatsu Limited (DTTL) mengungkap laporan Global Manufacturing Competitiveness Index 2016 yang meranking sektor manufaktur di 40 negara, baik untuk kondisi sekarang maupun akan datang. Peringkatnya atas diduduki China diikuti Amerika Serikat dan kemudian Jerman. Manufaktur Indonesia ada di posisi 19. Itu membuat Indonesia masih di bawah negara-negara tetangga misalkan Singapura (12), Malaysia (17), Thailand (14) dan Vietnam (18).
Proyeksi tahun 2020 memproyeksikan Amerika Serikat di peringkat pertama kemudian China dan Jerman. Untuk Indonesia diprediksi akan mencapai posisi 15. Singapura turun menjadi 11, Thailand tetap di 14, Vietnam dan Malaysia masing-masing naik menjadi 12 dan 13.
Dalam laporan itu memperhatikan kinerja manufaktur di India, Malaysia, Thailand, Vietnam dan Indonesia dengan memakai istilah Mighty Five. Kelima negara itu menjadi wakil atas New China dalam aspek biaya tenaga kerja murah, kemampuan memproduksi, profil menguntungkan atas demografi, kondisi pasar dan ekonomi yang tumbuh.
Masuknya Indonesia dalam Mighty Five sudah sewajarnya menjadi perhatian regulator karena kekuatan Indonesia umumnya didorong oleh upah buruh yang rendah ditambah bonus demografi. Kondisi upah buruh Indonesia satu perlima lebih murah dibandingkan China disebabkan oversupply tenaga kerja yang ada.
Untuk mewujudkan peningkatan peringkat sampai posisi 15 terbaik, setidaknya ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian penting.