Sempat Jadi Buruh Pabrik Sebelum Jadi Pengusaha Sukses
Penghujung tahun 1984, Muhtadin tergiur dengan tawaran kerja pabrik. Ia meninggalkan bisnis ikan cuik. Setelah dijalani, bekerja di pabrik dengan bayaran Rp 19ribu per minggu ia lebih banyak tekor dibandingkan berjualan di pasar. Ia pun hanya bertahan 10 bulan bekerja di pabrik. Muhtadin merasakan lebih memiliki hasrat ke bisnis ketimbang menjadi buruh pabrik.
Itulah titik dimana ia mulai menekuni bisnis ikan pindang. Seiring berjalannya waktu usahanya itu tumbuh. Tidak mudah puas dengan prestasinya, Muhtadin mencoba untuk membuat sendiri produknya dengan modal Rp 4juta. Modal itu dipakai untuk membeli alat dan belanja bahan baku 100kg. Produksi secara mandiri dimulai pada permulaan 1990-an. Waktu itu ia sudah dibekali pemahaman akan bumbu ikan pindang dari beberapa penjaja pindang yang dikenalnya.
Lulusan SD Jadi Pengusaha Sukses Pindang dan Bandeng Presto
Muhtadin mengaku pemahamannya di bisnis pindang masih minim. Dengan pengalaman usaha sebelumnya ia yakin akan ada kendala yang dihadapi. Produk buatannya beberapa kali menemui kegagalan. Pindang olahannya tidak memiliki cita rasa enak dan bahkan gatal pada waktu dimakan. Secara sepintas pindang olahan Muhtadin tampak utuh, namun saat dibuka bungkusnya daging bagian dalamnya hancur. Setelah ditelusuri, hal itu disebabkan karena bahan baku ikan didapatkan dari laut menggunakan bom ikan atau dinamit.
Saat usahanya menunjukkan kemajuan, ia pun mulai berpikir bahwa mimpi lulusan SD jadi pengusaha sukses bukan tidak mungkin diraih. Saat harapan muncul, ujian berat secara tak terduga menghampiri. Ujian itu adalah krisis ekonomi tahun 1997. Modal usahanya terkuras habis karena harga bahan baku pindang melonjak tajam. Usahanya yang biasa memproduksi 1 ton per hari harus tutup.
Dalam kondisi terdesak, Muhtadin menjalani usaha kredit barang. Bukanya berhasil, kondisi ekonomi Muhtadin malah semakin terpuruk akibat usaha kredit barang yang dicobanya. Bisnisnya hancur karena banyak kredit macet. Kegagalan kesekian kalinya itu tidak membuat Muhtadin patang semangat. Ia kembali menggeluti bisnis pindang dan memulainya dari awal. Ia kembali mengambil barang dari pemasok dan menjualnya di pasar.