Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menunjukkan penguatan yang signifikan dalam beberapa hari terakhir. Pada perdagangan Rabu, 14 Agustus 2024, rupiah tercatat naik sebesar 127 poin atau 0,80 persen menjadi Rp15.706 per dolar AS, dibandingkan dengan posisi sebelumnya yang berada di Rp15.833 per dolar AS. Kenaikan ini mencerminkan sentimen positif di pasar global dan sejumlah faktor mendukung yang mempengaruhi pergerakan mata uang.
Menurut Josua Pardede, Kepala Ekonom di salah satu bank di Jakarta, penguatan rupiah ini dipicu oleh membaiknya ‘risk appetite’ di pasar. Salah satu faktor utama yang mempengaruhi sentimen ini adalah pelemahan Indeks Harga Produsen (PPI) AS untuk Juli 2024. PPI AS tercatat mengalami penurunan menjadi 0,1 persen “month on month” (mom) dari sebelumnya 0,2 persen mom, dan 2,2 persen “year on year” (yoy) dari 2,6 persen yoy. Data ini menunjukkan adanya risiko inflasi yang lebih rendah di sisi produsen, yang selanjutnya mendorong harapan akan penurunan harga konsumen.
Penurunan PPI AS mendorong ekspektasi pasar terhadap kemungkinan penurunan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed). Pasar saat ini memproyeksikan bahwa The Fed dapat melakukan pemangkasan suku bunga sebesar 100 basis poin (bps) dalam sisa tiga pertemuan kebijakan yang dijadwalkan tahun ini. Sebagai dampaknya, dolar AS melemah terhadap mata uang global, termasuk rupiah.
Selain faktor eksternal, dukungan domestik juga berperan penting dalam penguatan rupiah. Bank Indonesia (BI) mengungkapkan bahwa siklus repatriasi yang menurun di pasar domestik turut memberikan dukungan pada pergerakan rupiah. Selain itu, ekonomi Indonesia tetap menunjukkan kinerja yang baik, dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,05 persen pada kuartal II-2024 meskipun terjadi gejolak di pasar global. Stabilitas ekonomi Indonesia ini menjadi indikator positif bagi pasar dan investor.
Penguatan rupiah juga tercermin dari tren penurunan imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia. Pada hari Selasa, volume perdagangan Surat Berharga Negara (SBN) tercatat mencapai Rp21,46 triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan volume perdagangan pada hari Senin yang sebesar Rp14,52 triliun. Ini menunjukkan minat yang tinggi dari investor terhadap aset keuangan Indonesia, yang turut memperkuat mata uang rupiah.
Josua Pardede memperkirakan bahwa pada hari ini, rupiah akan bergerak dalam kisaran Rp15.700 per dolar AS hingga Rp15.825 per dolar AS. Penguatan rupiah juga terlihat dari fakta bahwa mata uang Garuda berhasil keluar dari zona Rp16.000 dan terus melanjutkan penguatan hingga mencapai level Rp15.600 dalam waktu satu minggu.
Sebagai tambahan, data dari Refinitiv menunjukkan bahwa rupiah dibuka pada level Rp15.720 per dolar AS, menguat 0,7 persen dibandingkan dengan posisi sebelumnya pada pagi hari Rabu, 14 Agustus 2024. Ini menunjukkan momentum positif yang berkelanjutan bagi mata uang Indonesia.
Dalam konteks global, perangkat Fedwatch menunjukkan bahwa ada kemungkinan besar bagi The Fed untuk memangkas suku bunga pada bulan Desember mendatang, dengan kemungkinan penurunan sebesar 50 basis poin menjadi 4,75%-5,00%. Ini akan mempengaruhi dinamika pasar dan nilai tukar mata uang di seluruh dunia.
Secara keseluruhan, penguatan rupiah mencerminkan adanya faktor-faktor baik dari sisi domestik maupun internasional. Perkembangan ekonomi global dan domestik serta kebijakan moneter yang berhubungan, semua berperan dalam mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Bank Indonesia terus memantau perkembangan ini untuk memastikan stabilitas dan kesehatan ekonomi nasional.